Kamis, 17 April 2014

Nella dan Cinta (Bag. Dua)

PADA SUATU PAGI YANG BIASA. Saya bergegas menuju ke Semarang menelusuri keramaian kota Yogyakarta. Jalanan tak sebegitu ramai jika dibandingkan dengan Ibukota Padahal itu sudah cukup siang. Pukul 9.
Bersyukurlah Anda yang tinggal di Jogja tidak pernah mengalami kemacetan, jalanan disini tak akan bikin anda frustasi, dan untung saja saya tidak pernah tinggal di ibukota, bisa bayangkan bagaiamana padatnya jalanan ibukota. Karena jalanan di sana bisa bikin anda frustrasi dan gila. Lebih bersyukur lagi jika Anda pernah menjadi mahasiswa disini. Karena dijamin, penderitaan hidup anda takkan berlipat-lipat dibandingkan ibukota. Dan Jogja adalah bagian dari Indonesia.

Saya masih ingat, Hari itu Sabtu tepat di Bulan April, Indonesia masih basah oleh hujan. Ntah sudah berapa lama saya tak membuat janji dengan seorang, meski telah saya rencanakan jauh hari sebelumnya. Semarang bukanlah kota yang tak pernah saya jamahi, lebih dari sekali saya datangi. Tapi jika urusan mencari alamat dan tempat jujur inilah kali pertamanya.

Semarang, Ungaran, itu besar tak seperti Jogja, jika setiap sudut jalanan Jogja saya hapal diluar kepala, Semarang Ungaran sama sekali, parahnya saya. Setiap jalanan saya mata-matai, berharap cepat sampai tujuan. Alhasil kesasar juga. “ Malu bertanya sesat dijalan”, ada betulnya ungkapan itu gumam saya. Tak pikir panjang coba saya amalkan. Ntah berapa banyak orang lalu lalang saya tanya, alhasil bisa mengobati sedikit kecemasan. 

Di banyak kesempatan, saya sering bertanya : 

“ Permisi ibu, mau tanya, arah ke kampus UNES sebelah mana ya ?”
“ Mas terus saja ikutin jalan ini, ada pertigaan ambil kiri jangan yang kanan, tepat beberapa meter dari pertigaan ada plang arah ke UNES ikutin saja mas, jika masih binggung, nanti tanyakan lagi sama orang”
“ Geh bu, trimaksih”
“ Mas bukan orang sini ya”
“ Enggeh bu, saya dari Jogja”
“ Lah Mas mau daftar kuliyah, apa bagaimana?
“ Gak bu, mau ketemu Teman”
“ Sudah pernah ketemu?”
“Pernah, tapi sudah lama sekitar 4 tahunan yang lalu . Ini pertama kalinya lagi mau ketemu. Tapi kayaknya, dia yang saya cari bu,. Kayaknya sih,"

Bergegas saya meninggalkan si ibu dengan senyuman lebar bahagia, sambil sesekali menengok kebelakang.

*********

Inilah kali pertama setelah 4 tahun kira2 lamanya saya jumpa Nella. Ia berkendara motor matik warna putih, mengenakan baju dan kerudung hitam, saya memakai jaket tentara warna hijau. Kurang lebih pukul 16.30. Ketika Ia datang saya tengah sibuk mengotak-atik hanphone, sesekali memata-matai sekeliling mencoba membuang bosan.

Sebelumnya, Nella memang mencurigakan. Setelah melihat wajahnya, curiga terbang entah kemana. Setibanya di istana kecilnya, segera saja percakapan dimulai dari pegakuan kebohongan yang pernah terucap. Lalu obrolan kesana-kemari, di sekitar identitas diri. Tak ada lagi tedeng aling-aling. Nella telah terbuka. Dan jatuh cinta adalah membuka diri untuk beragam kemungkinan.

Sedikit ada kesan spesial dari pertemuan perdana. Kelihatan, Nella juga tidak mempersiapkan apa-apa, mengalir begitu saja. Tidak ada yang kami buat-buat. Kami hanya bercakap-cakap bersama kejujuran. Sembari mengharapkan kesempatan lain datang.

Perjumpaan dengan Nella membekaskan kegelisahan (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar