PADA SUATU PAGI YANG
BIASA. Saya bergegas menuju ke Semarang menelusuri keramaian kota Yogyakarta.
Jalanan tak sebegitu ramai jika dibandingkan dengan Ibukota Padahal itu sudah
cukup siang. Pukul 9.
Bersyukurlah Anda yang tinggal
di Jogja tidak pernah mengalami kemacetan, jalanan disini tak akan bikin anda
frustasi, dan untung saja saya tidak pernah tinggal di ibukota, bisa bayangkan
bagaiamana padatnya jalanan ibukota. Karena jalanan di sana bisa bikin anda
frustrasi dan gila. Lebih bersyukur lagi jika Anda pernah menjadi mahasiswa
disini. Karena dijamin, penderitaan hidup anda takkan berlipat-lipat
dibandingkan ibukota. Dan Jogja adalah bagian dari Indonesia.
Saya masih ingat, Hari
itu Sabtu tepat di Bulan April, Indonesia masih basah oleh hujan. Ntah sudah
berapa lama saya tak membuat janji dengan seorang, meski telah saya rencanakan
jauh hari sebelumnya. Semarang bukanlah kota yang tak pernah saya jamahi, lebih
dari sekali saya datangi. Tapi jika urusan mencari alamat dan tempat jujur inilah
kali pertamanya.
Semarang, Ungaran, itu
besar tak seperti Jogja, jika setiap sudut jalanan Jogja saya hapal diluar
kepala, Semarang Ungaran sama sekali, parahnya saya. Setiap jalanan saya
mata-matai, berharap cepat sampai tujuan. Alhasil kesasar juga. “ Malu bertanya
sesat dijalan”, ada betulnya ungkapan itu gumam saya. Tak pikir panjang coba
saya amalkan. Ntah berapa banyak orang lalu lalang saya tanya, alhasil bisa
mengobati sedikit kecemasan.
Di banyak kesempatan, saya
sering bertanya :
“ Permisi ibu, mau
tanya, arah ke kampus UNES sebelah mana ya ?”
“ Mas terus saja ikutin
jalan ini, ada pertigaan ambil kiri jangan yang kanan, tepat beberapa meter
dari pertigaan ada plang arah ke UNES ikutin saja mas, jika masih binggung,
nanti tanyakan lagi sama orang”
“ Geh bu, trimaksih”
“ Mas bukan orang sini
ya”
“ Enggeh bu, saya dari
Jogja”
“ Lah Mas mau daftar
kuliyah, apa bagaimana?
“ Gak bu, mau ketemu
Teman”
“ Sudah pernah ketemu?”
“Pernah, tapi sudah lama sekitar 4 tahunan yang lalu
. Ini pertama kalinya lagi mau ketemu. Tapi kayaknya, dia yang saya cari bu,.
Kayaknya sih,"
Bergegas saya
meninggalkan si ibu dengan senyuman lebar bahagia, sambil sesekali menengok
kebelakang.
*********
Inilah kali pertama setelah
4 tahun kira2 lamanya saya jumpa Nella. Ia berkendara motor matik warna putih,
mengenakan baju dan kerudung hitam, saya memakai jaket tentara warna hijau.
Kurang lebih pukul 16.30. Ketika Ia datang saya tengah sibuk mengotak-atik
hanphone, sesekali memata-matai sekeliling mencoba membuang bosan.
Sebelumnya, Nella
memang mencurigakan. Setelah melihat wajahnya, curiga terbang entah kemana. Setibanya
di istana kecilnya, segera saja percakapan dimulai dari pegakuan kebohongan
yang pernah terucap. Lalu obrolan kesana-kemari, di sekitar identitas diri. Tak
ada lagi tedeng aling-aling. Nella telah terbuka. Dan jatuh cinta adalah
membuka diri untuk beragam kemungkinan.
Sedikit ada kesan
spesial dari pertemuan perdana. Kelihatan, Nella juga tidak mempersiapkan
apa-apa, mengalir begitu saja. Tidak ada yang kami buat-buat. Kami hanya
bercakap-cakap bersama kejujuran. Sembari mengharapkan kesempatan lain datang.
Perjumpaan dengan Nella
membekaskan kegelisahan (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar