Sebuah
tulisan seharusnya dimulai dengan kata-kata monumental. Tapi saya sungguh tak
tahu, dengan kata-kata macam apa tulisan ini harus diawali. Secara saya tidak
punya gagasan apa-apa tentang perjumpaan aneh kami yang mustahil.
Tulisan ini diniatkan
untuk dan tentang Nella, seorang perempuan yang begitu mempesona, begitulah
sapaan akrabnya, ntah ada berapa banyak sapaan akrab, teman2 memanggilnya, saya
sendiri juga kurang tahu hehe. Tapi seperti perjumpaan pertama kami yang ganjil,
maka tulisan ini juga dibuka dengan yang ganjil. Sebagaimana Tuhan, ganjil.
Jangan tanya soal
bagaimana kami bisa saling kenal. Karena sampai lima hingga sepuluh tahun lagi,
kami akan tetap merahasiakannya. Katakanlah berkat rahmat Tuhan yang maha kuasa,
kami saling kenal, lalu bersua, membina hubungan.
Kami tidak akan
bercerita tentang perkenalan kami. Lagipula, itu bukan yang terpenting dari
tulisan ini, dari hubungan kami. Yang penting bagi tulisan ini adalah, seorang Nella
dalam pandangan seorang Panji. Bukan perspektif ekonomi, politik, sosial,
budaya dan lain sebagainya. Melainkan Nella, dalam kaca mata seorang pecinta, Panji.
Itu saja.
Sebelum bertatap-muka,
kami sama-sama penasaran. Bayangkan dua orang yang sama-sama tidak mengerti
siapa sesungguhnya masing-masing dari kita, jika ditanya pernah bertemu saya
akan jawab “iya..”, ketika kita sama-sama saling menimba ilmu disebuah pondok
Pesantren, itupun sudah beberapa tahun yang lalu lamanya, hanya melihat tak
pernh menyapa ataupun bercakap denganya. Begitulah kiranya kami nekad ketemu.
Saya curiga ia seorang intel, alien atau jin yang bisa saja merupakan jebakan
batman. Tapi saya juga penasaran karena betapa manis dan mendalamnya percakapan
kami tanpa bertatap-mata. Saya terdorong keinginan yang kuat untuk melihat
langsung keanggunan jiwanya.
Belakangan, ia tak
pernah mengaku takut untuk bertemu. Bisa jadi, ia membayangkan akan bertemu
dengan seorang penjahat berdarah dingin atau -mungkin,- kelamin. Tapi ia juga
kalah dengan godaan itu.
Sampailah kami di depan
pintu gerbang percakapan-percakapan normal dua manusia yang seperti baru
kenalan. Jika sebelumnya, dengan chatting, kami berbincang-bincang layaknya
sepasang kekasih, maka pasca-pertemuan itu kami menjadi kaku. Kami sadar
sepenuhnya, kami harus memulai semuanya sebagai dua insan yang baru
saling-mengenal. Musti saling mengerti dan menghormati di dunia nyata.
*********
Nella punya dunianya
sendiri. Ia mewakili gadis kecil yang tumbuh di Pesantren. Anak muda yang sejak
kanak-kanak intim dengan kehidupan agama. Rutinitas, kepenatan,
kesenangan dan duka pesantren pernah ia kecap, Ia hafal jalanan, garis-garis
dan denyut nadi pesantrenya. Fasih dengan kultur Anti, Ana. Budaya bahasa
kearab-araban diakrabinya dengan betina.
Di sisi lain, Nella
juga anak rumahan. Di rumah, ia harus tunduk dengan norma-norma yang
dilembagakan kedua orang tuanya. Di
rumahnya, seperti rumah-rumah yang lain, ada seribu satu persoalan. Ia adalah
bagian utuh dan dinamis dari rumah itu. Kadang menjadi masalah, kadang bagian dari
masalah, tak jarang menyelesaikan masalah. Sejak kecil, ia sudah berperan
dengan sangat betina.
Nella telah sangat
terbiasa dengan berbagai masalah. Nella punya seribu satu kisah. Ia dewasa
ditempa sekolah besar bernama dunia. Dengan latar belakang yang demikian, Nella
cukup menjadi daya tarik bagi saya yang anak desa dan besar di pedesaan.
Maka pertemuan kami
adalah pertemuan dua dunia berbeda. Meski persoalan yang dihadapi sebetulnya
sama saja. Persoalan itu-itu jua, persoalan manusia pada umumnya. Yang pasti,
dua (ke)pribadi(an) yang terlibat di sini. Dua pribadi yang sama-sama punya
masa lalu dan cita-cita di masa depan.
*********
Nella adalah pemuja
kewajaran. Ia benci meribetkan hal-hal sepele. Ia tak suka segala sesuatu yang
maksain.
Disamping itu, Nella
adalah ratu ok, bawel. Ia bisa mengucapkan ok, dan bawel, beberapa kali dalam
sehari, Ia punya pendirian, sehabis mendengarkan suatu penjelasan, ia akan
mengucapkan "okok, dan iya bawel" dengan gaya Nella banget. Tak ada
makhluk di dunia ini yang bisa mengucapkan "ok dan bawel" dengan
cantik, selain dia.
Pendiriannya begitu
kuat. Meski pendirian itu tak selalu menang melawan keadaan. Sejak awal
berkenalan, Nella selalu blak-blakan dengan sikap dan pendiriannya. Kenangan
tak selalu ramah terhadap suasana hati, tapi ia tetap bertahan dengan
pendiriannya. Kenyataan tak selamanya sesuai dengan harapan, tapi ia dan
pendiriannya tak pernah kalah. Ia sangat ok dalam berpendirian. Kerennya,
pendiriannyalah yang saya perlukan. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar